Menuai Asa
Aku menatap kembaranku pada cermin bertepian pink
kecil, tiba-tiba tangan seorang lelaki menghempaskan benda itu hingga
berserakan di lantai sepi. Kaget aku dibuatnya. Ternyata itu kamu.
Lelaki sang pencari nafkah di keluargaku, kini raut wajahnya
terlihat merah menyala. Aku tidak tahu apa yang bisa membuatmu marah seperti
itu.
“Ada apa mas?” aku menghernyitkan pelipis
Mulutmu diam tak bersuara. Wajahmu yang terlihat seram,
bungkam. Seraya ingin menghentak kepalan tanganmu ke kepalaku, tetapi tak
sanggup.
Aku ambil segelas air jernih untuk menenangkan
pikiranmu yang terlihat kacau, lagi-lagi hempasan tangan itu membuat gelas kaca
yang aku pegang jatuh kelantai tak berdosa.
Kamu keluar rumah, segera melajukan mobilmu lagi yang
belum sempat dingin. Aku bingung tak tau harus berbuat apa, kini hanya melihat
mobilmu melaju dengan sangat. Semoga tak apa.
***
Dua hari kamu tak pulang kerumah, terniang sekali di
kepalaku apa yang sebenarnya menjadikanmu seperti ini. di depan pintu rumah
mertua, aku berdiam selama beberapa detik mengumpulkan nyali, sebelum
memberanikan untuk mengetuk pintu. Mertuaku membuka.
Ketika mulutku hendak mengeluarkan kata, mertuaku
mengiris pembicaraan. Terlihat serius wajahnya. Entah.
“Dua hari ini
suamimu disini, menangis setiap malam memikirkan kamu yang berselingkuh dengan
orang lain. Dua hari, suamimu menunggu kamu untuk meminta maaf kepadanya. Tapi selama
dua hari itu juga kamu tidak datang” mertuaku murka, menjelaskan apa yang
terjadi. Wajahnya sedikit padam. Kesal.
Ketika mulutku ingin berucap, tiba-tiba. JDARRR!. Keras sekali pintu itu menghentak untuk ukuran
ibu tua berdaster gombrong. Mungkin amarah yang melakukannya.
Pintu itu tertutup, aku terus memohon agar untuk
dibukakan. Namun tak ada arti.
Ku dengar suara isak tangis mertua di balik daun pintu,
aku tak tega. “PERGI KAMU, TAK SUDI RUMAHKU DIINJAK WANITA YANG TELAH MENYAKITI
HATI ANAKKU!!!”
Aku terdiam. jantung serasa henti berdetak. Paru-paru terasa sesak. Kantung mataku tak kuat menahan tangis yang memaksa jatuh. Tubuhku sekejap lemas, jatuh dilantai kayu mertua. Kosong.
Ohh
tuhan, ini kah yang dinamakan asa?
Maafkan
aku tuhan.. telah memainkan cinta yang agung hingga binasa
Ku berjalan. Jalanku gontai melepas rumah mertua. Kepalaku
kosong. Entah apa yang telah aku perbuat. Butir-butir air berjatuhan di jalan. Bukan
hujan, melainkan tangis penyesalanku. Kenapa aku bisa tega mengkhianati
suamiku. ARRRGH!! . Kulemparkan sepatu high heels sepuluh senti-ku ke tiang
yang beraliran listrik. End.
Foto dari sini |