Senin, 14 September 2015

Orang Dulu, Naik Gunung Hanya dengan Sekejap Mata.

Sumpal sungainya, pangkas gunung-gunungnya, bedil satwanya, beton sawah-sawahnya, keruk tanahnya, babat pohon-pohonnya, sampahilah langitnya, asapi udara nya. – FSTVLST

Bercerita tentang gunung tentu akan menghabiskan bergelas-gelas kopi. Pasti habis minimal lima cangkir gelas untuk mengingat lembar-lembar saat alam menulis kisahnya sendiri. Dimana alam bebas memilih siapa yang pantas bernafas di nadi nya dan siapa yang mati dalam genggamannya.

Semesta yang tidak pernah berhenti menyayangi manusia dalam kesewenang-wenangannya, kini semakin tergerus akal picik yang meracik dunia sendiri. Manusia tak memikirkan timbal balik. Hanya memikirkan kebahagiaan nya sendiri, tak dibagi-bagi.

Foto: Instagram Edelweis Basah


Sekarang, dimana pendaki sudah menambahkan kata senior junior yang ‘horror’ di dalamnya. Entah siapa yang memulai dan untuk apa tujuan nya, yang pasti kata itu telah merobek tenda yang dulu kita semua sama di dalamnya.

Yang baru memiliki pandangan sendiri dan enggan mengikuti jejak yang lama. Yang lama semakin congkak dan angkuh dengan ilmu dan pengalaman nya. Tak enak dibicarakan, apalagi dipandang. Lama-lama gunung akan menjadi ajang taruhan. Dimana naik gunung bukan lagi hasrat, melainkan bangsat.

Disaat gunung-gunung terbakar, sampah tercecer di jalur pendakian, vandalisme di mana saja. Siapa yang bisa disalahkan?
Pendaki baru yang belum tahu menahu aturan dan attitude di gunung, atau pendaki lama yang mengangkat dagu sembari menunjuk juniornya agar ini agar itu?


Wahai, mata-mata yang berbinar dan jiwa-jiwa yang selalu segar. Marilah Banyak berkaca sebelum melontarkan kata-kata.
Mengajak itu memang baik, tapi memberi contoh itu adalah cara yang terbaik. Tunjukan sikap yang teladan.
Mari simpul kembali tali yang kemarin terbagi dua. Dirikan tenda, racik teh atau kopi panas nya, mari bercerita. Sebab rumah kita masih sama, dibawah gemerlap bintang-bintang.


Mulailah dari diri sendiri. Bertindaklah bukan berkatalah.

Hidup memang terlalu singkat untuk mengurusi cerita hidup orang lain. Tapi ini bukan tentang cerita orang lain, melainkan cerita kita, dimana sosialisme antara makhluk sosial masih bisa ditegakkan dengan kokoh di semesta yang megah.


Jika mau main cepat-cepatan sampai puncak. Orang dulu, hanya dengan kejapan mata sudah ada di puncak gunung. Just Remember!


Baca juga : Edisi Sedih yang tak Berujung..... Akhirnya Tamat
Baca selengkapnya